Sejarah di Balik Masjid Suciati Saliman Yogyakarta

pixabay.com

Jika di daerah Depok, Jawa Barat ada sebuah masjid megah yang terkenal dengan sebutan Masjid Kubah Emas. Kemegahan masjid yang kubahnya dilapisi emas tersebut sudah didengar oleh banyak orang yang kemudian mendatanginya. Sebenarnya nama masjid tersebut adalah Masjid Dian Mahri yang juga merupakan nama pendirinya. Nah, di Yogyakarta juga ada masjid dengan cerita yang sama.

Di wilayah Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat sebuah masjid megah bernama Suciati Saliman. Ibu Suciati Saliman merupakan pendirinya yang kemudian diabadikan menjadi nama masjid tersebut. Masjid dengan sejarah panjang dalam pendiriannya tersebut berdiri di Jalan Gito Gati, Pandowoharjo, Sleman. Masjid tersebut tidak kalah megah dengan Masjid Kubah Emas di Depok.

Sebelum berdiri masjid tersebut memiliki cerita perjuangan yang panjang dari Ibu Suciati Saliman. Berikut ini beberapa fakta yang menyertai berdirinya masjid megah tersebut.

Fakta Sejarah Berdirinya Masjid Suciati Saliman

Berawal dari Cita-cita Masa Remaja

Ibu Suciati Saliman telah memiliki cita-cita untuk mendirikan masjid sejak masih sekolah tepatnya ketika berada di bangku SMP. Sejak SMP juga itulah perjalanan dan perjuangan sebagai pedagang ayam dia mulai dengan modal Rp. 175 ribu dari orang tuanya. Beliau mulai menjual usahanya dengan membeli 5 ekor ayam yang kemudia dijualnya ke pasar.

Setiap pagi beliau menjual ayam yang dipotong ayahnya sebelum pergi ke sekolah dengan membonceng sepeda pada ibunya. Mimpi untuk mendirikan masjid sudah ada sejak saat itu.

Seiring dengan perjalanan usianya maka usahanya juga semakin bagus setelah menikah dengan seorang pegawai Dinas Sosial. Sang suami inilah yang mengajari beliau cara berdagang dengan cara lebih efektif.

Berpegang pada Nasihat Nenek

Perjalanan dan perjuangan hidup seorang Suciati Saliman yang awalnya hanya memiliki 5 ekor ayam kini berbuah kesuksesan. Selain sebagai pedangan ayam, beliau dan suami juga mendirikan pabrik sosis dan sekarang 1300 orang menjadi karyawannya. Hanya saja keinginannya untuk mendirikan masjid seperti cita-cita masa remaja belum terlaksana juga.

Keinginan beliau yang begitu kuat tersebut karena selalu mengingat apa yang dikatakan neneknya. Sang nenek memberikan nasihat bahwa hidup itu harus membawa manfaat untuk orang lain. Itulah yang menjadi prinsip dan selalu dipegang oleh Ibu Suciati dalam melakukan banyak hal.

Terwujud Setelah Naik Haji

Cita-cita mendirikan masjid baru bisa dilaksanakan tahun 2015 dimana kemantapan hatinya semakin kuat saat naik haji di tahun 1995. Sejak itulah beliau rajin menabung untuk mewujudkan cita-citanya. Beliau sangat suka dengan desain arsitektur Masjid Nabawi sehingga pintu masjid yang dibuatnya memiliki model yang sama.

Selain bagaimana sejarah yang menyertai berdirinya masjid megah oleh seorang pengusaha ayam tersebut, masih banyak fakta menarik lainnya. Penasaran? Silahkan simak di bawah ini.

Fakta Lain Masjid Suciati Saliman

Desain Arsitektur Masjid

Masjid megah di Sleman tersebut dibuat dengan gaya Timur Tengah dan model pintu yang persis sama dengan Masjid Nabawi. Terdiri dari 4 lantai dimana semua ruangannya full AC dan lantainya dilapisi permadani dari toko karpet masjid terkemuka.

Pintu masjid berjumlah 9 yang merupakan penggambaran dari kehadiran walisongo di tanah Jawa dalam menyebarkan agama Islam. Bedug dibuat dari kayu trembesi dan berukuran 170 cm dengan diameter sepanjang 130 cm. Bedug tersebut khusus dipesan dari pengrajin kayu yang berada di Cirebon.

Selain itu masjid ini juga dilengkapi dengan 5 menara di bagian atasnya sebagai lambang dari kewajiban shalat lima waktu. Dinding marmer semakin menambah kesan mewah pada interior masjid tersebut. Sedangkan bagian plafon masjid terbuat dari bahan fiber semen yang kuat.

Tujuan Pembangunan Masjid

Selain untuk mewujudkan cita-cita sejak remaja, Ibu Suciati juga memiliki tujuan lain mengapa mendirikan masjid tersebut. seperti nasihat yang dikatakan oleh neneknya bahwa hidup harus bermanfaat itulah yang mendasari keinginan beliau. Dengan mendirikan masjid tersebut maka para musafir yang kebetulan lewat bisa menjalankan shalat.

Selain untuk shalat, Ibu Suciati juga menyediakan masjid tersebut untuk digunakan sebagai tempat istirahat bagi mereka yang di tengah perjalanan. Itulah mengapa sebabnya masjid tersebut dibuka selama 24 jam setiap hari. Sungguh sebuah pemikiran yang mulia dari seorang ibu pedagang ayam.

Masjid tersebut juga diperuntukkan bagi para karyawannya yang ingin melaksanakan ibadah. Dengan mempermudah urusan ibadah bagi para karyawan yang bekerja kepadanya maka usahanya juga akan semakin lancar. Itulah yang mendasari pemikiran dan cita-cita Ibu Suciati untuk mendirikan masjid disana.